Penulis: Bahari Setia Panji Nugraha - Analis Sawit - Selasa, 10 Mei 2022 | 04:18 WIB
Terkait dengan isu-isu saat ini banyak sekali yang menyampaikan bahwa sawit berdampak negatif bagi lingkungan. Diantaranya yang sering mengemuka berkenaan pula dengan permasalahan gizi dan kesehatan, sosial, lingkungan dan aspek keberlanjutannya. Walaupun, kenyataannya sawit memiliki berbagai manfaat bagi lingkungan dan perekonomian nasional, ini merupakan hal yang wajar. Tak heran, mindset setiap orang terhadap sawit akan terus menerus berpikir negatif.
Sawit menghadapi banyak tantangan berupa kampanye hitam internasional, bahkan nasional. Isu ini mesti dimaknai secara luas, karena sesungguhnya berada dalam tataran persaingan ekonomi minyak nabati global suatu tantangan tersendiri. Sawit terkesan menghancurkan dan merusak, perlu diluruskan terutama dikalangan masyarakat yang belum memahami pentingnya sawit dalam kehidupan.
Pemerintah, lembaga dan instansi pendidikan saat ini terus berupaya melakukan perbaikan dari segi jenis bibit unggul, peraturan/kebijakan, teknologi, pupuk, SDM dan sosialisasi manfaat sawit. Bibit unggul dan asli menjadi faktor penentu keberhasilan perkebunan kelapa sawit, karena akan mendorong peningkatan hasil sawit dibandingkan dengan menggunakan bibit tidak unggul atau palsu. Realitanya bibit palsu atau tidak unggul, banyak dipakai pada perkebunan individu atau kelompok yang umurnya puluhan tahun dengan hasil yang kurang optimal. Selain itu, penggunaan pupuk berkualitas akan menjadi salah satu faktor peningkatan produktifitas perkebunan sawit.
Penerapan perkebunan yang berkelanjutan merupakan gagasan yang ideal. Telah cukup lama Indonesia memiliki skema untuk pembangunan sawit yang berkelanjutan berupa ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) yang sifatnya mandatory. Skema sawit Indonesia yang berkelanjutan memiliki concern yang kuat terhadap berbagai sisi yakni sistem perizinan, manajemen kebun, penerapan teknis budidaya, pemantauan lingkungan, tanggung jawab terhadap pekerja, pemberdayaan ekonomi masyarakat, tanggung jawab sosial komunitas, dan peningkatan usaha secara berkelanjutan. Peraturan yang ketat dalam pembukaan lahan baru menjadi faktor kesuksesan dalam menjaga kelestarian alam Indonesia.
Dari segi hasil yang didapatkan, produktivitas minyak kelapa sawit per hektar lahan jauh lebih tinggi (8-10 kali lipat) dari produktifitas minyak nabati lainnya. Sehingga, dengan lahan yang lebih sedikit mampu menghasilkan minyak nabati yang lebih besar. Apalagi, jika menggunakan bibit dan pupuk yang berkualitas maka akan lebih tinggi lagi produktifitasnya.
Upaya keras selama ini merumuskan skema perkebunan sawit berkelanjutan serta implementasinya dan telah mampu menghasilkan prestasi yang baik sebagai negara palm oil terbesar di dunia. Tentu ini sebuah pencapaian yang sangat membanggakan, di tengah berbagai kampanye negatif yang selalu ada. Dengan begitu, masyarakat perlu menyadari bahwa perkebunan sawit saat ini tidak sama dengan perkebunan sawit zaman dahulu. Manajemen dan kehati-hatian dalam penggunaan bibit atau pupuk yang digunakan untuk perkebunan merupakan cara awal dalam mengatisipasi produktifitas yang tidak optimal.
Diperkirakan pada tahun 2050 nanti dunia memerlukan tambahan 60-170 juta ton minyak nabati untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat (Sumber: https://pse.litbang.pertanian.go.id/). Menghadapi permintaan yang besar ini adalah sebuah keuntungan, terutama minyak nabati yaitu sawit dalam menyejahterakan petani dan masyarakat Indonesia.
Referensi: https://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/22-informasi-berita/228-kelapa-sawit-indonesia-semakin-menjadi-andalan-ekonomi-nasional
SELENGKAPNYA
Artikel di atas sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis seperti tertera dan tidak menjadi bagian tanggungjawab dari redaksi sariagri.id. Baca