Penulis: Gigih Pranandi - Sabtu, 18 September 2021 | 00:49 WIB
Sektor pertambangan merupakan salah satu sektor primer dalam sistem perekonomian di Indonesia. Sektor yang berkontribusi sebesar 6% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) tersebut mampu menyediakan lapangan kerja bagi 53.424 buruh atau 0,42% dari total angkatan kerja Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2019). Salah satu sektor pertambangan yang memiliki prospek yang baik adalah sektor pertambangan timah (Sn). Berkembangnya penggunaan lithium baterai dan terciptanya teknologi mobil listrik meningkatkan kebutuhan timah sebagai salah satu bahan baku utama pembuatan baterai. Di Indonesia, sentral pertambangan timah terdapat di pulau Sumatra yaitu pada Provinsi Bangka Belitung, Sumatera Selatan, dan Riau. Mineral timah biasanya ditambang dalam bentuk Kaserit (SnO2) dengan mineral batuan pembawa granit (Dariah et al., 2010).
Selain memberi dampak positif bagi stimulus perekonomian keberadaan tambang timah juga tidak sedikit memberi dampak negatif khususnya bagi lingkungan dan ekosistem. Adanya izin penambangan oleh masyarakat (swakelola) semakin memperluas lahan tambang yang tentutanya juga memperluas dampak lingkungan. Lahan pasca tambang timah umunya akan kehilangan horizon O dan A atau lapisan top soil yang kaya akan unsur hara dan microorganisme. Karateristik lahan pasca tambang timah ditandai dengan adanya tailing dan tanah overboden hasil timbunan dengan PH 3,6-4,6 serta kandungan hara berkisar N 0,02%, P 2,8-3,9 ppm, dan K 4,9-9,6 ppm (Ferry dan Balitri, 2011).
Di sisi lain, besarnya potensi pasar minyak CPO (Crude Palm Oil) menyebabkan adanya perluasan masif areal perkebunan kelapa sawit yang berdampak pada adanya alih fungsi lahan primer pertanian dan hutan sebagai lahan budidaya tanaman kelapa sawit. Hal tersebut jika dibiarkan terus-menerus dapat menimbulkan potensi krisis pangan akibat penurunan produktivitas lahan pertanian primer sebagai sumber bahan pangan masyarakat. Selain mengkonversi lahan pertanian primer, perluasan areal perkebunan kelapa sawit juga dilakukan pada lahan hutan. Penggunaan lahan hutan sebagai areal perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu black campaign bagi industri kelapa sawit Indonesia dengan isu utama yaitu deforestasi.
Dalam upaya melawan black campaign tersebut Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) mempunyai inovasi pertanian terpadu antara perkebunan kelapa sawit dan peternakan sapi (SISKA). Keberadaan sapi pada sistem SISKA dapat berfungsi sebagai penghasilan sampingan para petani sawit sekaligus sebagai bukti bahwa isu penurunan biodiversity pada perkebunan kelapa sawit tidak terjadi. Sapi pada sistem SISKA tersebut akan memakan gulma maupun limbah hasil pengolahan kelapa sawit. Kotoran sapi yang dihasilkan pada sistem SISKA ini juga dapat menjadi pupuk organik bagi areal pertanaman kelapa sawit. Atas dasar uraian di atas penulis menilai ada sebuah kesinambungan untuk merehabilitasi lahan bekas tambang timah dan kebutuhan perluasan areal perkebunan kelapa sawit. Oleh karena itu, gagasan ini bertujuan untuk memberikan sebuah strategi guna memanfaatkan lahan bekas tambang timah sebagai lahan budidaya pertanian terpadu antara perkebunan sawit dan peternakan sapi. Adapun beberapa langkah dalam pengimplementasian gagasan ini adalah sebagai berikut:
Pertama, Pembenahan Karateristik Lahan Bekas Tambang Timah Sebagai Lahan Pertanian Terpadu Sawit dan Sapi (SISKA). Rehabilitasi (pembenahan) suatu lahan yang akan dikonversi sebagai lahan pertanian haruslah dimulai dengan meratakan dan mengembalikan kesuburan tanah sesuai dengan syarat tumbuh tanaman kelapa sawit. Karateristik umum lahan bekas tambang timah adalah kehilangan top soil, memiliki PH asam serta kandungan hara makro NPK yang rendah. Selain itu, tinginya fraksi pasir pada lahan bekas tambang menyebabkan proses penjerapan air yang masuk baik melalui infiltrasi maupun perkolasi tidak dapat terjadi. Oleh karena itu, pada tahapan rehabilitasi awal dibutuhkan supply bahan organik (BO) berupa kompos pada lahan bekas tambang timah. Menurut Latief et al., (2020), penambahan bahan organik pada tanah mampu memperbaiki sifat kimia, fisika, maupun biologi tanah sehingga kesuburan tanah dapat meningkat. Penambahan limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dapat menjadi pilihan utama dalam upaya penambahan bahan organik pada lahan bekas tambang. Selain tersedia dalam jumlah besar, aplikasi TKKS terbukti mampu untuk meningkatkan kadar N total, P , K serta mampu menurunkan nilai Timbal (Pb) (Tjahyana dan Ferry, 2011). Tanaman kelapa sawit (Elaeis gueneensis Jacq.) meruapakan salah satu tanaman strong plant (tanaman kuat) karena dapat tumbuh pada lahan marjinal dengan PH dan kesuburan yang rendah. Selain itu, tanaman kelapa sawit juga mampu tumbuh pada daerah topografi miring. Hal tersebut tentunya memudahkan dalam upaya pembenahan profil tanah pada lahan bekas tambang timah.
Kedua, penanaman Kelapa Sawit Pada Lahan Bekas Tambanng. Sebagian besar lahan bekas tambang timah terdapat pada pulau Sumatra lebih tepatnya pada Provinsi Bangka Belitung, Riau, dan Sumsel. Keberadaan lahan tersebut sesuai dengan syarat tumbuh tanaman kelapa sawit yang dapat tumbuh optimal pada daerah sekitar khatulistiwa (Hatta et al., 2018). Keterangan tersebut dapat menjadi hipotesa awal bahwa iklim makro pada lahan bekas tambang timah sesuai dengan syarat tumbuh tanaman kelapa sawit. Sebelum proses penanaman kelapa sawit, lahan bekas tambang timah yang sudah ditambahkan bahan organik ditanami dengan legume cover crops (LCC). LCC berperan sebagai penambat N serta menjaga kelembapan tanah sehingga proses dekomposisi bahan organk dapat lebih cepat terjadi. Berdasarkan hasil penelitian (Barokah et al., 2016) menyatakan jenis tanaman legume cover crops yang menghasilkan pertumbuhan terbaik pada tanaman kelapa sawit adalah jenis Centrosema Pubescens, Puereria Javanica, dan Clotalaria Juncea L. Setelah penanaman legume cover crops lahan bekas tambang diajir dengan jarak 10 m x 10 m x 10 m dengan pola segitiga sama sisi. Profil pada tanah marjinal dengan kondisi kesuburan tanah yang rendah mengharuskan pengaturan jarak tanam yang lebih panjang agar meminimalisir kompetisi antar tanaman dalam mendapatkan nutrisi hara. Setelah diajir kemudian lahan lahan diberi lubang sesuai ajir untuk pertanaman kelapa sawit dengan lebar 1 m x 1m. Saat penanaman usahakan bibit sudah berusia 12 bulan atau sudah memiliki akar yang panjang. Saat proses penanaman tambahkan kapur pertanian dan rock phosphate sebagai pemacu pertumbuhan dan penetralsir PH. Proses pemupukan selanjutnya sebaiknya diberikan dengan pupuk jenis Controlled Release Fertilizer agar nutrisi hara tidak menguap maupun tercuci oleh air. Pupuk kompos berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) selalu ditambahkan guna menjaga keberadaan bahan organik dan membantu perbaikan sifat fisik, biologi, dan kima tanah.
Ketiga, Pemeliharaan Sapi Pada Perkebunan Kelapa Sawit di Lahan Bekas Tambang Timah. Pemeliharaan sapi pada perkebunan kelapa sawit dapat memberi beberapa keuntungan seperti adanya tambahan income bagi para petani maupun perusahaan serta dapat menambah kandungan bahan organic tanah dari kotoran sapi (Ditjenun, 2020). Aturan tentang sistem terpadu pertanian dan peternakan sawit dan sapi ini tertuang dalam PERMEN NO 105/PERMENTAN/PD.300/8/2014. Selain dilepas liarkan jenis pemeliharaan sapi berbasis kandang juga dapat diterapkan pada lahan perkebunan sawit di areal bekas tambang. Berdasarkan penelitian Utomo et al., (2013) sistem integritas sawit dan sapi mampu menciptakan tiga kegiatan terpadu yaitu industri pakan ternak berbasis hasil samping perkebunan kelapa sawit, usaha perkembangbiakan sapi (cow calf operation), penggemukan sapi potong. Dari ketiga kegiatan tersebut petani kelapa sawit maupun perusahaan dapat menerima keuntungan baik dari budidaya tanaman kelapa sawit dan pupuk organic yang dihasilkan dari kotoran sapi maupun hasil penjualan sapi itu sendiri.
Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunity, dan Threats (SWOT). Tujuan dilakukan analisis SWOT sederhana ini adalah untuk mengetahui dan menemukan tentang aspek penting dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari pemanfaatan lahan bekas tambang timah menjadi lahan pertanian terpadu antara perkebunan kelapa sawit dan peternakan sapi. Adapun analisis SWOT dari program ini akan dijelaskan sebagai berikut: Strength (Kekuatan). Adanya kesinambungan antara upaya merehabilitasi lahan bekas tambang dan kebutuhan perluasan areal perkebunan kelapa sawit, Tanaman kelapa sawit adalah tanaman yang mampu tumbuh pada lahan marjinal dengan PH dan kandungan hara yang rendah, Sistem integritas pertanian terpadu sawit dansapi (SISKA) memberikan banyak keuntungan baik untuk upaya rehabilitasi lahan, budidaya tanaman kelapa sawit, maupun peningkatan income petani, Sudah terdapat aturan birokrasi tentang konsep pertanian terpadu sawit dan sapi (SISKA) melalui PERMEN NO 105/PERMENTAN/PD.300/8/2014 yang dapat menjai acuan dalam pengimplemetasian program ini. Weaknesses (Kelemahan). Program rehabilitasi lahan bekas tambang timah sebagai lahan pertanian terpadu sawit dan sapi memerlukan biaya yang besar serta Adanya sengketa kepimilikan saham bekas tambang yang dapat mempersulit proses rehabilitasi. Opportunity (Peluang). Luasan lahan tambang timah pasif yang terus bertambah dapat menjadi peluang bagi perluasan perkebunan sawit tanpa harus mengkonversi lahan pertanian primer dan hutan sehingga black campaign industri kelapa sawit yang menyebabkan penurunan biodiversity, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menyimpulkan bahwa lahan bekas tambang timah dapat direhabilitasi sebagai lahan budidaya pertanian serta adanya komitmen dari pemerintah baik untuk melakukan rehabilitasi lahan bekas tambang maupun adanya program pertanian terpadu sawit dan sapi. Komitmen tersebut terbukti dengan adanya juknis rehabilitasi lahan bekas tambang bagi budidaya pertanian yang dirilis oleh Badan Penilitian dan Pengembangan Pertanian (Litbang) tahun 2019. Threats (Ancaman). Program ini akan mengalami kegagalan apabila tidak adanya simbiosis mutualisme yang baik antara beberapa pihak yang berkaitan dalam pelaksanaan program ini
Keberadaan lahan bekas tambang yang tidak digunakan dapat diubah menjadi lahan budidaya pertanian dengan penambahan bahan organik dan teknis budidaya yang disesuaikan dengan syarat tumbuh tanaman. Pemanfaatan lahan bekas tambang timah sebagai lahan budidaya pertanian terpadu antara perkebunan sawit dan peternakan sapi akan memberikan benefit bagi masyarakat, industry kelapa sawit, maupun Negara. Berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan kekuatan dan peluang pelaksanaan program ini dapat menutupi kelemahan serta ancaman yang dapat terjadi pada program ini. Adanya dukungan dari pemerintah serta adanya aspek kebermanfaatan yang besar khususnya bagi konservasi dan rehabilitasi lahan bekas tambang sebagai lahan pertanian menjadikan penulis yakin bahwa program ini akan memberi manfaat khususnya bari masyarakat sekitar lahan bekas tambang dan umumnya bagi sistem pertanian di Indonesia.
SELENGKAPNYA
Artikel di atas sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis seperti tertera dan tidak menjadi bagian tanggungjawab dari redaksi sariagri.id. Baca