Penulis: Idvan Badrun - Mahasiswa Pasca Sarjana – Sekolah Bisnis IPB University - Kamis, 12 Mei 2022 | 12:30 WIB
Baru – baru ini, Menteri Investasi mengungkapkan bahwa dua perusahaan besar asal Jerman berniat untuk berinvestasi pada produksi baterai kendaraan listrik di Indonesia. Ini melanjutkan beberapa minat perusahaan asing sebelumnya yaitu dari Korea dan China untuk membangun pabrik bagi produk masa depan tersebut. Sementara dari sisi pasar, masih menjadi tanda tanya apakah konsumen tertarik dengan kendaraan jenis ini.
Kita juga mengetahui bahwa saat ini pemerintah pun membuka kesempatan untuk penanaman modal asing ini di daerah – daerah industri baru seperti Maluku Utara, Kalimantan Utara, Batang atau Sulawesi. Dan yang menarik adalah penggunaan sumber daya alam daerah dalam menunjang pengadaan sumber energi di kawasan tersebut seperti berasal dari Sungai Kayan di Kalimantan Utara.
Kedatangan investasi langsung untuk produksi baterai mobil masa depan dan dukungan pemerintah dalam membuka kawasan industri dengan sumber daya terbarukan tentunya menjadi pertanyaan apakah ini memberikan dampak positif atau negatif terhadap masyarakat Indonesia. Sesuai dengan teori siklus produk internasional, ada tahapan bagi produsen untuk mendekat kepada sumber daya alam bagi pemenuhan bahan baku produknya. Selain tentunya tujuan mendapatkan keuntungan di masa depan bagi para produsen besar tersebut mengingat jumlah penduduk Indonesia yang besar apalagi budaya mobilitas penduduk dalam menggunakan kendaraan darat juga tinggi. Namun apakah Indonesia kembali hanya menjadi target pasar dengan tidak mendapatkan tambahan nilai dari efek popularitas green economy saat ini ?
Dengan harga yang masih jauh selisihnya dengan mobil konvensional akan menarik untuk melihat strategi memasarkan kendaraan listrik oleh para produsen. Saat ini target penjualan masih menyasar masyarakat berpenghasilan tinggi. Pemerintah memasang target adopsi mobil listrik mencapai 2.200 unit dan sebesar 2,1 juta unit motor listrik pada tahun 2025.
Produksi baterai di Indonesia akan membuat ongkos nikel dan kobalt sebagai bahan utama membuat baterai dapat terpenuhi dengan harga murah. Kita tahu bahwa Indonesia adalah penghasil nikel dan kobalt besar di dunia. Yang efeknya akan menjadikan struktur harga baterai menjadi lebih rendah dari harga jual saat ini. Selanjutnya diharapkan harga unit kendaraan listrik tersebut akan menjadi lebih murah dengan tersedianya harga baterai murah plus dukungan komponen lokal lainnya.
Walaupun demikian, masih menyisakan pertanyaan apakah konsumen Indonesia mudah untuk beralih ke kendaraan listrik. Kita ketahui bersama bagaimana sulitnya dulu pemerintah untuk mengkampanyekan mobil nasional. Lalu susahnya mengalihkan bahan bakar beroktan tinggi sebagai pilihan utama untuk isian bahan bakar.
Di sisi lainnya transisi green economy masih merupakan dilema bagi Indonesia. Pulau – pulau di nusantara masih menyimpan cadangan besar sumber daya alam minyak bumi dan gas serta batubara. Daya saing lokal untuk aktivitas padat energi dan kemudahan serta kemurahan produk ini masih unggul dalam bersaing dengan energi ramah lingkungan. Belum lagi dari sisi penghasilan penduduk di daerah lokal, mereka tentunya akan tetap tertarik menggunakan energi fosil untuk aktivitas sehari-hari. Lalu kemana perginya sumber daya alam ini jika nantinya sumber energi terbarukan meningkat pemakaiannya ?
Sehingga terus ditunggu peran pemerintah dalam menyediakan fasilitas Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU). Juga insentif pajak dan subsidi bagi konsumsi kendaraan listrik. Dengan melimpahnya sumber daya alam nikel dan kobalt yang dimiliki Indonesia tentunya masyarakat berharap kendaraan murah namun berkualitas.
Merek – merek besar sampai saat ini masih memanjakan konsumen Indonesia dengan tipe kendaraan barbahan bakar fosil. Belum kelihatan pengembangan inovasi dari pemegang merek tersebut terhadap produk mobil dan motornya yang laku di pasaran untuk menggunakan energi baterai. Padahal keuntungan penjualan dari volume unit yang terjual seharusnya sudah mampu untuk mengeluarkan tipe baterai sebagai pilihan varian bagi konsumen.
Produsen pun belum memasang promosi dalam bentuk pengenalan produk baterai ramah lingkungan. Masyarakat hanya mendapatkan informasi dari kalangan akademisi dan pencarian sendiri untuk mengetahui adanya sumber energi alternatif, terbarukan dan bersih lingkungan.
Green economy adalah bentuk dukungan kuat untuk produk masal bahan bakar baterai di Indonesia. Pabrik – pabrik itu nantinya diharapkan juga beroperasi dengan menggunakan sumber energi terbarukan. Juga sumber daya untuk pengisian baterai harus diupayakan menggunakan sumber energi terbarukan. Sungguh ironi bila pembuatan komponen baterai untuk mobil ramah lingkungan dan sumber daya untuk pengisian ulang masih menggunakan sumber daya tinggi karbon. Pun pembuangan limbah baterai juga harus mendapatkan dukungan dari sisi pengolahan limbah agar tidak mencemari lingkungan.
Bangsa Indonesia tentunya tidak ingin terulang sumber daya alam negerinya yang melimpah hanya diambil sebagai bahan baku produk lalu hasil olahan dan produksinya terbang ke negara lain. Kita tidak ingin masuknya para produsen besar itu hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal di negerinya masing-masing atau untuk pemenuhan permintaan di negeri-negeri yang kendaraan listriknya sudah populer.
Pemerintah harus membuktikan bahwa masuknya investasi – investasi langsung asing ke Indonesia di industri baterai kendaraan listrik benar – benar membawa manfaat bagi rakyat. Bukan hanya dari penyerapan tenaga kerja di pabrik – pabrik yang didirikan dan pendapatan pajak namun juga membawa kebiasaan baru agar konsumen Indonesia juga tertarik dalam menggunakan kendaraan ramah lingkungan bertenaga baterai dengan harga yang murah sebagai cerminan bahwa bahan bakunya berasal dari negeri sendiri. Kita akan menyaksikan tahun 2030 suasana hening di tengah kemacetan perkotaan dengan buangan limbah yang rendah saat mobil dan motor listrik murah berseliweran di jalanan kota – kota di Indonesia.
SELENGKAPNYA
Artikel di atas sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis seperti tertera dan tidak menjadi bagian tanggungjawab dari redaksi sariagri.id. Baca